Strategi Mengoptimalkan Pencapaian Tujuan Mata Pelajaran Matematika
(Sumber:http://www.bmtjogjaalkautsar.com/wp-content/uploads/2012/08/strategi.jpg)
Bila suatu ilmu ditetapkan lahir dari suatu kegiatan ilmiah maka matematika bukanlah ilmu. Mengapa? Karena matematika merupakan buah pikiran manusia yang kebenarannya bersifat umum atau deduktif dan tidak tergantung dengan metode ilmiah yang memuat proses induktif. Kebenaran matematika bersifat koheren, artinya didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang telah diterima sebelumnya. Kebenaran matematika bersifat universal sesuai dengan semestanya. Karena hal itulah maka matematika menjadi ‟lebih tinggi‟ dari produk ilmiah manapun.
Istilah matematika awalnya diambil dari perkataan Yunani, mathematica, yang berarti “relating to learning”. Perkataan ini mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science) dan kata mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Hakikat matematika adalah ilmu tentang berfikir logis. Istilah matematika berasal dari mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick (Belanda) dan perkataan (Latin) mathematica.
Terdapat banyak pendapat dan pandangan mengenai pengertian matematika, antara lain: (1) matematika itu bahasa simbol; (2) matematika adalah bahasa numerik; (3) matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional; (4) matematika adalah metode berpikir logis; (5) matematika adalah sarana berpikir; (6) matematika adalah logika pada masa dewasa; (7) matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya; (8) matematika adalah ilmu pengetahuan mengenai kuantitas dan besaran, (9) matematika adalah ilmu pengetahuan yang bekerja menarik kesimpulan-kesimpulan yang perlu; (10) matematika adalah ilmu pengetahuan formal yang murni; (10) matematika adalah ilmu pengetahuan yang memanipulasi simbol; (11) matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; (12) matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, dan struktur, (13) matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, (14) matematika adalah aktivitas manusia.
Matematika yang dipelajari di sekolah adalah matematika yang materinya dipilih sedemikian rupa agar mudah dialihfungsikan kegunanannya dalam kehidupan siswa yang mempelajarinya. Pada intinya tujuan siswa belajar matematika di sekolah adalah agar mampu menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, bekal belajar matematika lebih lanjut dan bekal belajar pengetahuan lain. Secara rinci pada Standar Isi Mata Pelajaran Matematika dimuat tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidkan (SD, SMP, SMA dan SMK). Pada Standar Isi Mata Pelajaran Matematika Tahun 2006 untuk semua jenjang pendidikan dinyatakan bahwa mata pelajaran matematika dipelajari dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
- Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikankonsep atau algoritma, secara luwes, akurat , efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
- Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
- Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
- Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
- Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Agar tujuan mata pelajaran matematika dapat tercapai dengan lancar dan optimal hasilnya.berikut ini diuraikan beberapa hal yang hendaknya diperhatikan dalam pengelolaan pembelajaran
Mencermati penguasaan kemampuan prasyarat dan mengelola pembelajaran remedial dengan sungguh-sungguh.
Kemampuan prasyarat adalah kemampuan modal yang diperlukan dalam mempelajari suatu kemampuan baru. Karena berpola pikir deduktif maka struktur materi matematika tersusun secara hirarkis yang sangat ketat. Akibat dari struktur itu maka pemahaman siswa dalam belajar matematika yang diperoleh sebelumnya sangat berpengaruh terhadap diperolehnya pemahaman berikutnya. Siswa yang penguasaan kompetensinya baik akan cenderung lancar dalam mempelajari kompetensi berikutnya dan sebaliknya. Ini berarti bahwa dalam belajar matematika, penguasaan kemampuan prasyarat sangat berperan dalam kesuksesan belajar. Mengingat hal itu maka pengelolaan kegiatan pembelajaran remedial terhadap kemampuan matematika yang belum dikuasai siswa sangat strategis dan penting untuk mengoptimalkan hasil belajar matematika. Perlu diingat bahwa kegiatan remedial matematika tidak sama dengan kegiatan memperbaiki nilai matematika melalui ulangan atau tes perbaikan. Kegiatan pembelajaran remedial yang benar mencakup minimal tiga tahap, yaitu: (1) identifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa dan analisis penyebabnya, (2) pelayanan pembelajaran remedial yang dilaksnakan dengan bahan dan cara sesuai hasil identifikasi kesulitan (dapat formal atau informal di dalam jam tatap muka atau di luar jam tatap muka, di kelas atau di luar kelas, secara individu-kelompok-klasikal, tergantung kondisi siswa yang berkesulitan belajar), (3) penilaian kemajuan
hasil belajar setelah dilaksanakan pelayanan pembelajaran remedial. Dalam kaitan dengan remedial, maka kesulitan siswa dalam belajar matematika akan segera dapat terdeteksi bila penilaian hasil belajar dilakukan secara terus-menerus dari waktu ke waktu selama proses belajar suatu kemampuan berlangsung. Oleh karena itu penilaian proses pembelajaran menjadi sangat penting perannya dalam pembelajaran matematika. Dengan terus mencermati hasil-hasil penilaian proses pembelajaran dan diikuti dengan tindak lanjut yang tepat diharapkan terbangunnya kompetensi matematika siswa akan lancar. Sebaliknya bila penilaian pembelajaran hanya memperhatikan pada penilaian hasil akhir belajar atau tindak lanjut hasil penilaian (remedial) diabaikan maka terbangunnya kompetensi matematika siswa akan cenderung terhambat. Tindakan memperbaiki kompetensi matematika siswa akan berhasil optimal bila dilakukan setahap demi setahap.
Mencermati penguasaan kecakapan berhitung dasar
Mengingat struktur matematika yang tersusun sangat hirarkis itu maka hasil belajar berupa kecakapan berhitung dasar matematika di Kelas I, II dan III SD sangat strategis dalam mengoptimalkan hasil belajar matematika secara keseluruhan di SD, bahkan di jenjang sekolah berikutnya. Kecakapan berhitung dasar utama yang harus dikuasai mencakup:
- penjumlahan bilangan satu angaka dengan satu anagka atau 1 + 1 sampai dengan 9 + 9
- pengurangan bilangan oleh bilangan satu angka yang hasilnya bilangan satu angka atau 2 − 1 sampai dengan 18 − 9
- perkalian bilangan satu angka dengan bilangan satu angka atau 1 × 1 sampai dengan 9 × 9
- pembagian bilangan dengan pembagi bilangan satu angka dan hasilnya bilangan satu angka atau 1 : 1 sampai dengan 81 : 9.
Kecakapan berhitung dasar utama itu dipelajari siswa di Kelas I-III. Bila menginginkan siswa cakap dalam matematika selama belajar di SD, maka segala usaha peningkatan mutu hasil belajar matematika di Kelas I-III haruslah diarahkan untuk membuat siswa terampil berhitung dasar utama. Oleh karena itu proses pembelajaran dan penilaian terhadap kecakapan siswa dalam berhitung dasar utama itu perlu terus menjadi perhatian dan ditindak lanjuti. Bila siswa telah menguasai keterampilan hitung dasar utama itu maka sebenarnya fondasi belajar matematika telah terbentuk. Kecakapan berhitung berikutnya yang harus dikuasai siswa merupakan pengembangan dari kecakapan dasar itu, atau penerapan dari kecakapan dasar itu. Sebagai contoh, ketika siswa belajar menjumlah bilangan terdiri lebih dari satu angka dengan bilangan lebih dari satu angka (misal 23 + 46 atau 23 + 49 atau 23 + 465 atau 23 + 985, dst) maka modal dasarnya adalah keterampilan menjumlah bilangan satu angka dengan satu angka, kemudian ditambah pemahaman siswa tentang nilai tempat dan teknik menjumlah (menyimpan atau tidak menyimpan, bentuk panjang atau susun pendek).
Bila di SMP siswa masih belum menguasai (trampil) dalam melakukan operasi hitung dasar maka hal itu hendaknya menjadi perhatian ekstra karena hal itu sudah menjadi masalah sangat serius. Tanpa kecakapan berhitung dasar yang baik siswa akan sulit mempelajari aljabar yang paling mendasar sekalipun, misalnya belajar melakukan operasi bentuk aljabar, apalagi untuk kemampuan aljabar berikutnya, misalnya belajar menyelesaikan persamaan, pertidaksamaan. Selain aljabar, tanpa kecakapan berhitung dasar yang baik siswa juga akan kesulitan dalam mempelajari kemampuan terkait pengukuran, misalnya kemampuan menghitung keliling, luas, volum. Untuk guru matematika SMP hendaknya tetap harus menolong siswa yang belum trampil dalam melakukan operasi hitung dasar. Sambil belajar kemampuan pada materi lain, siswa tetap dibantu agar trampil dalam melakukan operasi hitung dasar. Tanpa ketrampilan hitung dasar maka siswa akan sulit menguasaai kemampuan matematika lainnya.
Mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran matematika
Tahap perkembangan mental siswa usia SD adalah tahap operasional konkret. Sedang siswa SMP adalah dalam kondisi peralihan dari tahap kongkret ke formal. Oleh karena itu objek kajian matematika yang abstrak itu perlu disiasati agar mudah dipelajari siswa. Untuk itu perlu digunakan media pembelajaran. Dengan pemanfaatan media pembelajaran yang optimal diharapkan kendalakendala dalam belajar matematika yang disebabkan oleh objek abstrak tidak perlu terjadi. Media pembelajaran matematika yang dimanfaatkan dapat berupa benda-benda konkret di sekitar kehidupan siswa, baik benda-benda alam maupun barang-barang (baru atau bekas). Dapat pula berupa benda-benda semi konkret, misalnya gambar-gambar sebagai model benda konkret, alat peraga dan media lainnya. Dalam hal alat peraga matematika, dapat diamnfaatkan alat peraga buatan sendiri (oleh siswa atau guru) atau buatan pabrikan. Perlu diperhatikan pemanfaatan alat peraga untuk kepentingan belajar secara individu, kelompok atau klasikal. Selain alat peraga dapat pula dioptimalkan fungsi dari komputer dan ICT untuk menurunkan objek matematika yang abstrak itu.
Mendorong pengelolaan pembelajaran matematika dengan penalaran
Matematika dan penalaran adalah dua hal yang tak terpisahkan. Simak ungkapan bahwa: ”Bila ingin hasil belajar matematika baik, maka pelajarilah matematika dengan penalaran. Bila ingin memiliki penalaran yang baik, belajarlah matematika” (Depdiknas, 2004). Penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya.
Pembelajaran matematika dengan penalaran berarti memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk aktif berpikir dan mempertanyakan hal-hal yang dipelajarinya. Siswa juga diberi kesempatan seoptimal mungkin untuk ‟menemukan‟ kembali prinsip-prinsip matematika yang dipelajarinya. Oleh karena itu belajar matematika dengan penalaran berarti banyak menghadirkan pertanyaan ‟mengapa demikian?‟, ‟bagaimana asal-usulnya?‟ ‟Belajar dengan penalaran‟ tidak sama dengan ‟belajar dengan menghafal‟. Dalam matematika memang ada unsur ‟menghafal‟nya, misalnya siswa harus hafal fakta-fakta penjumlahan atau perkalian dasar. Tanpa hafal fakta perkalian dasar maka akan sulit mempelajari operasi perkalian bilangan yang lebih besar atau pembagian. Namun jangan lupa bahwa siswa menghafal fakta dalam hal fakta-fakta operasi hitung dasar siswa harus memahami dahulu pengertiannya (yang dipelajari dengan penalaran) baru kemudian dituntut hafal. Agar hafal fakta operasi hitung dasar siswa dapat diberi berbagai kegiatan, misal: mencongak, bermain kartu bilangan, dll.
Mengembangkan rancangan pembelajaran yang memenuhi standar
Setiap pelaksanaan kegiatan pembelajaran seharusnya diawali dengan suatu rancangan. Rancangan itu merupakan bagian dari persiapan mengajar. Lazimnya rancangan pembelajaran itu berbentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rancangan pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pada Standar Proses (Permendikans Nomor 41 Tahun 2007) dinyatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran, khususnya kegiatan inti dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dengan rancangan kegiatan pembelajaran yang memenuhi standar maka diharapkan hasil belajar akan menjadi optimal. Rancangan pembelajaran matematika yang pelaksanaannya mampu mengoptimalkan hasil belajar siswa tentunya rancangan yang memenuhi standar sekaligus mempunyai perhatian cukup terhadap karakteristik matematika dan karakteristik siswa yang belajar dengan latar belakang permasalahannya atau kesulitan belajarnya
Semoga bermanfaat :)
Anonim. Karakteristik Matematika dan Siswa SD
Marsigit. Asumsi Dasar Karakteristik Matematika, Subyek Didik dan Belajar Matematika Sebagai Dasar Pengembangan Kurikulum Matematika Berbasis Kompetensi Di SMP. Yogyakarta: UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Wardhani, Sri. 2010. Implikasi Karakteristik Matematika dalam Pencapaian Tujuan Mata Pelajaran Matematika di SMP/MTs. Yogyakarta: PPPPTK Matematika Yogyakarta
Post a Comment for "Strategi Mengoptimalkan Pencapaian Tujuan Mata Pelajaran Matematika"
Terima kasih atas komentar yang telah anda berikan