Arus Listrik
1. Definisi Arus Listrik
Arus listrik akan mengalir dalam rangkaian tertutup yang di dalamnya terdapat sumber listrik. Di dalam sumber listrik terdapat muatan-muatan listrik. Muatan listrik akan mengalir dari tempat yang bermuatan positif lebih banyak ke tempat yang bermuatan positif lebih sedikit. Aliran muatan listrik ini bagaikan aliran air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, seperti hukum alam.
Persyaratan lainnya supaya terjadi arus listrik adalah ada penghubung antara kedua tempat yang mempunyai beda muatan itu. Tempat yang mempunyai muatan listrik positif yang lebih banyak akan mempunyai potensial listrik yang lebih tinggi daripada tempat yang bermuatan listrik positif lebih sedikit. Ini berarti arus listrtik akan mengalir dari tempat yang berpotensial listrik tinggi ke tempat yang berpotensial listrik lebih rendah. Pada rangkaian listrik dengan sumber listriknya berasal dari batu baterai, arus listrik akan mengalir dari kutub yang mempunyai tegangan lebih tinggi (kutub positif) melalui kawat penghantar menuju ketegangan yang lebih rendah (kutub negatif). Walaupun kita sudah memiliki sumber arus listrik seperti baterai, namun kalau sumber arus listrik itu tidak dirangkai dengan sebuah kawat penghubung, maka sumber arus tersebut tidak dapat menghasilkan arus listrik.
Sebelum elektron ditemukan oleh J.J. Thomson (1856-1940) para ahli beranggapan bahwa arus listrik dalam sebuah kawat penghantar ditimbulkan oleh gerakan muatan listrik positif. Aliran muatan positif ini mengalir dari kutub positif sebuah baterai ke arah kutub negatifnya. Namun setelah penemuan elektron itu, para ahli baru mengetahui bahwa arus listrik dalam sebuah kawat penghantar ditimbulkan oleh aliran elektron. Arah aliran elektron ini berlawanan arah dengan arah arus listrik di dalam penghantar. Muatan positif di dalam penghantar tidak dapat berpindah atau mengalir, hanya elektron sajalah yang mengalir.
2. Mekanisme Perjalanan Arus Listrik Di Dalam Konduktor
Bahan- bahan seperti besi dan aluminium dengan mudah dapat dialiri arus listrik. Kedua bahan tersebut merupakan bahan yang dapat menghantarkan arus listrik dengan baik dan disebut bahan konduktor. Bahan ini mempunyai elektron-elektron bebas yang sangat banyak, sehingga dengan beda potensial yang kecil pun elektron-elektron yang berada pada bahan konduktor dapat mengalir. Bahan- bahan yang tidak mempunyai elektron bebas seperti kaca dan karet, tidak dapat mengalirkan arus listrik. Kedua bahan ini disebut isolator. Selain kedua bahan tersebut ada satu jenis bahan lain yang tidak termasuk kedua bahan tersebut yaitu semikonduktor. Sifat bahan ini berada diantara konduktor dan isolator. Contoh bahan semikonduktor adalah silikon dan germanium.
Mekanisme perjalanan arus listrik di dalam konduktor dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini.
Jika dua benda yang memiliki beda potensial listrik yang berbeda dihubungkan dengan sebuah penghantar, muatan listrik akan mengalir melalui penghantar tersebut dari potensial tinggi ke potensial rendah. Aliran muatan ini akan berhenti ketika kedua benda memiliki potensial listrik yang sama.
Begitu juga pada rangkaian listrik yang menggunakan beterai sebagai sumber arus listrik.
Kutub-kutub baterai yang dihubungkan dengan sebuah lampu pijar melalui sebuah kawat sehingga lampu dapat menyala. Lampu dapat menyala karena terdapat sebuah rangkaian tertutup yang terdiri atas baterai dan lampu. Beda potensial pada baterai akan menyebabkan elektron mengalir dari kutub negatif ke positif, kemudian mengalir melalui kawat dan lampu. Aliran elektron inilah yang menyebabkan lampu menyala. Jika salah satu kawat terputus lampu akan padam. Hal ini disebabkan elektron tidak lagi mengalir. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa arus listrik hanya terjadi pada rangkaian tertutup.
Dari mekanisme perjalanan arus listrik tersebut, bila dalam selang waktu t sekon ada sejumlah Q coulomb muatan listrik mengalir melalui kawat penghantar, maka kuat arus yang mengalir adalah sebesar:
Dengan:
I = kuat arus listrik (Ampere)
Q = muatan listrik (Coulomb)
t = waktu (sekon)
Contoh Soal:
Tentukan jumlah elektron (e = -1,6 × 10-19 C) yang melintasi penghantar kawat selama 1 jam apabila kawat tersebut dialiri arus listrik sebesar 0,8 A?
Pembahasan:
Diketahui:I = 0,8 A
t = 1 jam = 3600 s
Ditanya: n buah elektron yang melintas = …?
Jawab: Q = It
ne =0,8 . 3600
n = 1,8 × 1022 buah elektron.
II.3. Hambatan dan Hukum Ohm
Pada tahun 1826 , George Simon Ohm menyelidiki hubungan antara kuat arus yang timbul pada sebuah penghantar dan beda potensial antara ujung-ujung penghantar tersebut. Hasil penyelidikannya menunjukan:
a. Dengan menggunakan dua baterai kuat arus yang terbaca pada amperemeter sama dengan dua kali kuat arus untuk sebuah baterai.
b. Dengan menggunakan tiga baterai kuat arus yang terbaca pada amperemeter sama dengan tiga kali kuat arus untuk sebuah baterai.
Dari penyelidikan Ohm dapat ditunjukan bahwa kuat arus pada sebuah penghantar sebanding dengan beda potensial diantara ujung-ujung penghantar. Bunyi hukum Ohm adalah:
“Pada suhu tetap, tegangan V pada komponen sebanding dengan kuat arus I yang melalui komponen tersebut”
Dari penyelidikan tersebut Ohm menemukan bahwa, hasil bagi antara beda potensial dan kuat arus disebut dengan hambatan listrik (resistansi, R) dengan satuan Ohm (Ω).jadi secara matematis, hambatan listrik dapat diperoleh dari persamaan:
Dengan:
R = hambatan listrik (ohm/Ω)
V = beda potensial atau tegangan (volt/V)
I = kuat arus listrik (ampere/A)
Apabila beda potensial dan kuat arus yang melewati sebuah penghantar diketahui, maka hambatan dari penghantar dapat dihitung. Selain itu, besar hambatan penghantar juga dapat ditentukan atau dipengaruhi oleh panjang kawat, luas penampang , jenis bahan kawat, dan temperatur.
3.1. Hambatan Kawat Penghantar
Hambatan kawat penghantar berbanding lurus dengan panjang kawat. Kawat yang panjang akan mempunyai hambatan yang lebih besar dari kawat yang pendek, untuk bahan kawat yang sama. Besar hambatan kawat penghantar berbanding terbalik dengan luas penampag kawat. Kawat yang tipis mempunyai hambatan lebih besar dari kawat yang tebal. Hambatan kawat sebanding dengan hambatan jenis kawat. Untuk bahan kawat berbeda, walaupun panjang dan luas penampang sama hambatannya akan berbeda. Dari hal tersebut didapatkan suatu perumusan secara matematis:
Dengan
R = hambatan kawat (ohm)
l = panjang kawat (m)
A = luas penampang kawat (m2)
ρ = hambatan jenis kawat (ohm.m)
Hambatan jenis kawat (ρ) atau disebut juga resistivitas merupakan suatu besaran yang bergantung pada jenis dan temperatur kawat. Kawat yang mudah menghantarkan arus listrik memiliki hambatan jenis yang kecil. Kawat yang sukar menghantarkan arus listrik memiliki hambatan jenis yang besar. Hambatan jenis kawat pada temperatur tinggi lebih besar daripada hambatan jenis kawat pada temperatur rendah. Jadi, hambatan jenis kawat akan bertambah terhadap kenaikan temperatur. Dari hal tersebut dapat disimpulkan hambatan jenis penghantar akan berubah jika terjadi perubahan temperatur sesuai dengan persamaan:
ρt = ρ0(1+αΔT)
dengan:
ρt = hambatan jenis pada temperatur ToC (Ωm)
ρ0 = hambatan jenis pada temperatur mula-mula ( Ωm)
α = koefisien temperatur (oC-1)
ΔT = perubahan temperature (oC)
Sebagai akibat dari perubahan hambatan jenis, hambatan listrik juga akan mengalami perubahan sesuai persamaan:
Rt = Ro(1+αΔT)
Dengan:
Rt = hambatan pada temperatur ToC(Ω)
Ro = hambatan pada temperatur mula-mula (Ω)
II.3.2. Jenis-jenis Rangkaian Hambatan
Hambatan pada rangkaian listrik dapat disusun menjadi rangkaian seri, paralel, dan seri-paralel.
1.Rangkaian Hambatan Seri
Jika komponen-komponen dirangkai seri, kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap komponen sama besar, walaupun hambatan masing-masing berbeda. Susunan seri bertujuan memperbesar hambatan dan berfungsi sebagai pembagi tegangan. Pada rangkaian seri, kuat arus yang melalui setiap hambatan adalah sama.
I = I1 = I2
Pada gambar di atas tegangan pada ujung-ujung R1 dan R2 berturut-turut adalah V1 dan V2. tegangan total antara a dan b adalah V, dengan
V = V1 + V2 = I1R1 + I2V2
Oleh karena I = I1 = I2, persamaan di atas dapat dituliskan menjadi
V = IR1 + IR2 = I(R1 + R2)
Menurut Hukum Ohm, ΣV = ΣIR atau V = IRs, sehingga
IRs = I(R1 + R2)
Dengan demikian, diperoleh bahwa besar hambatan total pada susunan seri
Rs = R1 + R2 + R3 + …. + Rn
2.Rangkaian Hambatan Paralel
Pada rangkaian paralel, tegangan pada tiap-tiap komponen sama besar, walaupun hambatan masing-masing berbeda. Rangkaian paralel bertujuan memperkecil hambatan, dan berfungsi sebagai pembagi arus. Pada rangkaian paralel, beda potensial setiap hambatan adalah sama.
V = V1 = V2
Kuat arus listrik yang melalui R1 dan R2 adalah masing-masing I1 dan I2. Adapun kuat arus total antara a dan b adalah I sehingga dengan demikian
Oleh karena V = V1 = V2, maka persamaan tersebut dapat dituliskan menjadi
Menurut hukum Ohm, I = dengan demikian, diperoleh bahwa pada susunan paralel
3.Rangkaian Hambatan Seri-Paralel
Hambatan gabungan seri-paralel digunakan untuk mendapatkan hambatan pengganti yang tidak dapat diperoleh dengan hambatan seri atau paralel saja. Berikut salah satu contoh dari rangkaian hambatan seri-paralel.
Untuk mencari hambatan rangkaian di atas, pertama-tama kita cari hambatan rangkaian serinya yaitu:
Kemudian, hasil tersebut dipasangkan paralel, sehingga didapat:
Contoh Soal:
Arus listrik 150 mA mengalir pada suatu kawat penghantar. Jika beda potensial ujung-ujung kawat 30 V, tentukan hambatan listrik kawat tersebut!
Pembahasan
Diketahui :
I = 150 mA = 150 × 10-3 A
V = 30 volt
Ditanya: R = ...?
4. Energi Listrik Dan Daya Listrik
4.1. Energi Listrik
Kita telah mengetahui bahwa jumlah muatan yang mengalir adalah kuat arus dikalikan dengan lamanya arus tersebut mengalir, atau ΔQ = IΔt. Untuk memindahkan sejumlah muatan tersebut tentunya dibutuhkan energi. Besarnya energi tersebut memenuhi persamaan:
W = VΔQ dengan ΔQ = IΔt
Maka,
W = VIΔt
Dengan:
W = energi yang dihasilkan oleh sumber tegangan (joule)
Dengan menerapkan hukum Ohm V = IR, maka energi listrik dapat dituliskan dalam persamaan:
Jika diubah ke dalam satuan kalori (1joule = 0,24 kal), persamaannya akan menjadi:
W = 0,24 VIΔt = 0,24 I2RΔt = 0,24 Δt
Dari persamaan di atas kita mendapatkan hubungan energi listrik dengan energi kalor yaitu:
Q = 0,24 W
mcΔT = 0,24 W
Dengan:
m = massa zat (kg)
c = kalor jenis zat (J/kgoC)
ΔT = perubahan suhu (oC)
Q = kalor (joule)
II.4.2. Daya Listrik
Daya listrik adalah energi listrik per satuan waktu, dengan satuan watt. Secara matematis besarnya daya listrik suatu peralatan dapat ditulis:
Secara lengkap, perumusan daya listrik adalah:
Dengan:
P = daya listrik (watt)
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai pada peralatan listrik selalu tercantum spesifikasi alat, misalnya 100 watt; 220V artinya: “Daya listrik yang dipakai alat itu 100watt jika dipasang pada tegangan 220V”. Jika tegangan yang diberikan kurang dari 220V, daya yang digunakan alat tentu ikut berkurang. Daya sesungguhnya yang dipergunakan oleh suatu alat akan memenuhi persamaan:
Dengan:
P2 = daya yang sebenarnya (watt)
P1 = daya pada spesifikasi alat (watt)
V2 = tegangan yang sebenarnya (V)
V1 = tegangan pada spesifikasi alat (V)
Contoh Soal:
Sebuah setrika listrik memerlukan tegangan listrik 220 volt. Besar kuat arus listrik yang dialirkan 0,5 A. jika setrika itu dipakai selama 30 menit, tentukanlah besar energi dan daya yang digunakan!
Pembahasan
Diketahui:V = 220 volt
I = 0,5 A
t = 30 menit = 1800 sekon
Ditanya: W dan P yang digunakan = …?
Jawab: W = V I t
= 220 . 0,5 . 1800
= 198000 joule
P = VI
= 220 . 1800
= 396000 watt
5. Penggunaan Hukum Kirchoff
5.1. Hukum I Kirchoff
Hukum ini merupakan hukum kekekalan muatan listrik yang mengatakan bahwa jumlah muatan listrik yang ada pada sebuah system tertutup adalah tetap. Secara sederhana, Hukum Kirchoff menyatakan bahwa:
“Jumlah arus yang masuk pada sebuah titik cabang sama
dengan arus yang keluar dari titik cabang tersebut”
secara matematis, dapat dituliskan
Σ Imasuk = Σ Ikeluar
Σ Imasuk - Σ Ikeluar = 0
Seperti contoh berikut:
Dari gambar terlihat arus masuk adalah I1, sedangkan arus keluar adalah I2 dan I3, sehingga diperoleh:
Σ Imasuk = Σ Ikeluar
I1 = I2 + I3
I1 - I2 - I3 = 0
5.2. Hukum II Kirchoff
Dasar dari Hukum II Kirchoff adalah hukum kekekalan energi yang diterapkan pada sebuah rangkaian tertutup (loop). Menurutnya, jumlah aljabar dari beda potensial dalam sebuah rangkaian sama dengan nol.
Σ V = 0
Dengan V adalah beda potensial antara dua titik. Untuk lebih jelasnya perhatikan rangkaian tertutup di bawah ini.
Sebuah rangkaian tertutup yang terdiri atas sebuah sumber tegangan E, dengan hambatan dalam r dan sebuah hambatan R. Besarnya beda potensial Vba = Vb – Va = E – Ir, yaitu beda potensial antara kutub-kutub sumber tegangan listrik. Beda potensial Vcb = Vc – Vb =0 karena antara titik b dan c tidak terdapat hambatan sehingga tidak terjadi penurunan potensial listrik. Beda potensial Vdc = Vd – Vc = -IR karena ada hambatan yang dilalui arus listrik sebesar I, sesuai dengan Hukum Ohm V = IR dan Vc>Vd. Beda potensial Vad = Va – Vd = 0, karena tidak ada hambatan listrik antara titik a dan d. Maka, jika Hukum II Kirchoff diterapkan,
(Vb – Va) + (Vc – Vb) + (Vd – Vc) + (Va – Vd) = 0
(E – Ir) + 0 + (-IR) + 0 = 0
Juga dapat dituliskan menjadi
IR = E – Ir
Dengan IR adalah Vcd, yaitu beda potensial antara titik c dan d, dan (E – Ir) adalah Vba yaitu beda potensial antara titik b dan a. dengan demikian, Vba = Vcd dan disebut sebagai tegangan jepit ggl yaitu beda potensial antara ujung-ujung sumber arus listrik ketika sumber arus listrik tersebut mengalirkan arus listrik. Sedangkan, ggl sumber arus listrik adalah beda potensial antara kutub-kutub sumber arus listrik ketika sumber arus listrik tersebut tidak mengalirkan arus listrik.
Dalam menentukan beda potensial dari bagian-bagian sebuah rangkaian tertutup, terdapat aturan-aturan yang perlu diperhatikan. Untuk lebih memahaminya perhatikan gambar berikut.
Gambar tersebut kita pecah terlebih dahulu menjadi rangkaian terbuka. Dari gambar kita mendapatkan:
· Vab = IR dan Vba = -IR
· Vca = -E dan Vac = E
· Vcb = -E + IR dan Vbc = E – IR
Aturan penentuan beda potensialnya adalah sebagai berikut,
1. Jika arah arus searah dengan pembacaan yang kita tentukan, beda potensial antara ujung-ujung resistor, yaitu Vab bernilai positif. Sebaliknya, jika arah arus berlawanan dengan arah pembacaan,beda potensial antara ujung-ujung resistor, yaitu Vba bernilai negatif.
2. Jika arah pembacaan melewati ggl dari kutub negatif kekutub positif, ggl bernilai negatif. Sebaliknya, jika arah pembacaan dari kutub positif ke negatif, ggl bernilai positif
Kedua aturan ini hanya berlaku untuk rangkaian terbuka.
Apabila terdapat beberapa sumber tegangan yang disusun secara dengan kutub-kutub sejenisnya, ggl totalnya adalah jumlah dari kutub-kutub tersebut. Dan, apabila berlawanan arah, ggl totalnya adalah selisih dari kutub-kutub tersebut.
Contoh Soal:
Dari rangkaian, di atas tentukan kuat arus listrik I!
Pembahasan
Diketahui:
E1 = 12V ; r1 =1Ω
E2 = 2V ; r2 =1Ω
E3 = 4V ; r3 =1Ω
R = 2Ω
Ditanya: I = …?
Jawab:
= 2A
Semoga bermanfaat :)
Post a Comment for "Arus Listrik"
Terima kasih atas komentar yang telah anda berikan